Menengok Bahwa Laskar Pelangi adalah Benar Adanya
3:10 PM
Pastilah bangga Ibu dari Andrea Hirata, betapa ia hebat untuk menceritakan kepada dunia bahwa ada sebuah jenis kehidupan di zaman yang sama tapi berbeda dalam masalah yang dihadapi. Di sisi bumi, bahkan Indonesia lainnya mereka hidup dalam kegemerlapan tanpa mencari makna kehidupan, sedangkan di Belitung ini, ada dunia dimana untuk mengenyam pendidikan pun terasa sulit. Mungkin kesulitan tersebut dapat diobati dengan panorama-panorama khas Belitung.
Lalu, mereka yang perlu obat untuk
menyembuhkan diri dari kejenuhan riuknya kota, Belitung menjadi salah satu
tujuan. Memang benar adanya bahwa pulau ini dapat membuat kita lupa akan
hal-hal yang menggaggu kita di dunia sana. Yang ada hanya rumpi dan tawa, atau
sedikit ‘rusak’ ketika lapar.
Bagaimana menikmati perjalanan itu kan
tergantung dengan siapa kita berpergian, pasti udah ga asing sih ya denger yang
beginian. Kali ini saya bersama teman-teman seperjuangan di pondok-an dulu.
Rasanya selera perjalanan kami relatif sama, belum pernah kita berbeda pendapat
masalah penginapan, makanan, sewa motor atau mobil dan sebagainya. Ohya ada
satu sebenarnya, mereka tetap akan dandan walaupun nantinya bermain di air :),
sedangkan saya tidak begitu adanya. Walaupun mereka punya perlengkapan ‘perang’
(baca: make up) lengkap, jangan pernah anggap mereka perempuan menye-menye,
jangan pernah!
Replika Sekolah Muhammadiyah menjadi
salah satu destinasi wajib kalau berkunjung kemari, entah hanya untuk sekedar
foto dan pasang caption ‘I have been here’ atau juga untuk melihat dan
merasakan sekolah Laskar Pelangi dahulu.
Memang benar adanya kisah yang
dituliskan Andrea tersebut. Hanya ada dua kelas di sekolah ini dengan bangunan
yang hampir rapuh. Jadi kebayang Bu Muslimah, ada seorang guru yang begitu tulus
untuk mencerdaskan anak muridnya ketika fasilitas apapun didapatkannya.
Lalu di sebrang replika ini, kita
akan melihat danau dengan dermaga di pinggirnya. Dermaga Kirana, dimana
menikmati sore menjadi lebih asik. Lalu di pinggiran dermaga ada dua
abang-abang berkisar usia kepala tiga. Mereka baru saja menepi dengan
sampannya. Mereka masih istirahat di pinggiran dermaga, sama dengan kita yang
menikmati sore itu.
“Bang, sampannya boleh disewa?”
“Emang bisa bawanya mbak?” Hmm saya
kira akan ada sebutan lain ‘mbak’ dengan Bahasa Belitung, ternyataa….
“Hehe, enggak sih bang. Di danau
habis mancing ikan bang?”
“Bukan mbak, ini kadang ada sampah
pengunjung jadi kita pungutin”
Apa? Sampah pengunjung? Apa
pengunjung sampah? *eh
Hebat ga sih abang-abang itu?
Terlepas dari mereka dibayar atau enggak, itu tetap suatu hal yang hebat
menurut saya. Si Abang lebih lanjut menjelaskan kalau mereka gak mau danau ini
jadi rusak. Hmm, Kadang-kadang orang kota yang jadi udik yah kalau datang ke
tempat bagus. Gak heran deh kenapa di dermaga ini nyaman banget untuk
leha-leha, ya karena indah aja ga cukup.
0 komentar